Udara malam yang dingin menusuknya sampai ke tulang. Mantel tidur yang ia pakai tak bisa menutupi hawa dingin dari tubuhnya yang hampir membuatnya mengigil kedinginan. Tapi ia tidak mau untuk beranjak. Ia butuh suasana yang tenang seperti ini. Kegelisahannya sepanjang hari hampir membuatnya gila. Dan ia tidak tahu hal apa yang membuatnya gelisah.
Ia gelengkan kepalanya frustasi. Mencoba menghilangkan kemungkinan buruk yang akan terjadi besok. Seharusnya ia beristirahat sekarang, karena besok termasuk hari yang cukup penting untuknya. Besok adalah hari ulang tahunnya yang ke-18 tahun. ― Bagi Kerajaan Aurora diumur ke-18 tahun lah, seorang gadis menjadi ‘wanita-sutuhnya’, dan juga pemberkatannya sebagai seorang Putri dari Kerajaan Aurora. Dan ia tidak mau diacara spesial itu, kantung matanya menghitam karena kekurang tidur. Membuat penampilannya menjadi kacau sebagai putri tunggal kerajaan Aurora didepan para tamu kerajaan.
Haahh..
Ia hembuskan nafasnya perlahan, mencoba menenangkan diri. Sepertinya waktu untuk kesendiriannya ini harus segera diakhiri, hawa malam yang semakin dingin membuat kulit jari tangannya berkerut-kerut dan sedikit pucat. Mungkin jika tidak buru-buru masuk kedalam ia bisa kena penyakit Hyphotermia. Dan ia tak mau hal itu sampai terjadi.
*******
Lavena melihat pantulan dirinya didepan cermin. Gaun korset dari designer terkenal di Kerajaan Aurora. Gaunnya menggunakan aksen tumpuk dari bahan taffeta dan lace yang dihiasi manik-manik. Designernya mendesign ballgown ini secara khusus untuk ulang tahunnya yang ke-18. Ia mengombinasikan gaunnya dengan kalung berlian yang berhias batu Amethyst dengan aksen bunga Lavender dikedua sisinya sebagai pencakar, dan cincin yang berhiaskan batu Emerald yang hampir sewarna dengan kedua bola matanya yang berwarna hijau. Rambutnya ditata sedemikian rupa, rambutnya yang panjang menjuntai sampai kepinggang kini digulung rumit nan indah, yang hanya menyisakkan anak rambut pada kedua sisi kepala. Hiasan wajahnya terlihat natural, karena ia tidak suka make-up yang terlalu berlebihan, tapi tetap saja hiasan yang dibumbuhkan pada wajahnya menambah keelokan pada dirinya.
Setelah lama berkutat didepan cermin, Maidnya ― Mery Jane, seorang mantan budak hasil rampasan perang dari peperangan melawan Kerajaan Shielma, yang dimenangkan oleh Kerajaan Aurora ― itu menyuruhnya bersiap untuk turun ke pesta. Ia pun beranjak dari posisinya berdiri dan melenggang kakinya menuju ballroom dimana pesta ulang tahunnya diadakan
**************
“Princess Fleu Lavena De La Vendeur” teriak seorang pelayan pria melantangkan nama kebangsawanannya, dengan benda yang menurutnya sedikit aneh, untuk mengumumkan kedatangannya.
Ia menuruni tangga dengan keanggunan seorang bangsawan Kerajaan yang sudah terlatih sedari kecil. Senyum hangatnya tak pernah lepas dari bibir mungilnya. Ia menatap para tamu sekaligus rakyat – rakyatnya dengan tatapan penuh hangat. Keanggunannya yang memukau ditambah paras cantik yang diwarisan dari almarhum ibunya, membuatnya menjadi pemandangan indah yang tidak boleh dilewati sedikit pun. Gaunnya yang menyentuh lantai diangkat sedikit dengan anggun olehnya saat kakinya ingin menginjakkan kakinya yang jenjang dibagian bawah lantai tangga.
Ia langkahkan kakinya dengan percaya diri diatas karpet merah yang terlihat sangat kontras dengan warna gaunnya, menuju sesepuh Kerajaan Aurora yang akan memberkatinya nanti. Sebenarnya, perasaanya kini cukup tegang dan gugup, ia takut terjadi kesalahan saat pemberkatan. Namun, dengan kelihaian memanipulasi keadaan yang sering membuatnya bangga, ia mampu menutupi ekspresi gugupnya dengan senyum cerahnya yang memukau.
Pemberkatan dan penyerahan mahkota berjalan dengan khidmat. Dan diakhiri dengan lagu Kebangsaan Kerajaan Aurora. Semuanya ikut bernyanyi. Tak terkecuali Lavena. Suaranya yang merdu membuat hati siapapun yang mendengarnya menjadi tenang dan damai.
Setelah acara pemberkatan dan penyerahan selesai, ia duduk di singgasananya yang berdampingan dengan singgasana Ayahnya. Ia duduk dengan tegap, kakinya ia silangkan dengan anggun, kedua tangannya yang ia kaitkan ia tumpu dipahanya, memberi kesan kewibawaan salah satu penerus Raja. Ayahnya sekaligus Raja Kerajaan ini, memberikan sedikit pidato didepan para rakyat dan tamu Kerajaan. Dan diakhiri dengan tepuk tangan yang meriah.
Setelah itu, Ayahnya tak berkata apa – apa. Wajahnya yang berwibawa didepan rakyat dan para tamu undangan Kerajaan, akan tergantikan dengan wajah datar tanpa ekspresi saat Ayahnya menatap dirinya. Ia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya, tapi dia masih tetap tersenyum hangat dikala Ayahnya hanya mampu membalasnya dengan senyum datar yang sedikit mencemooh. Tapi tetap saja ada perasaan yang mengganjal disaat Ayahnya datar seperti itu. Dulu, ia pernah tak tahan dengan prilaku Ayahnya yang dingin. Lalu, ia pun kabur dari Istana. Dan tinggal pada salah satu rumah penduduk yang merasa kasihan kepadanya karna saat itu Lavena seperti anak kecil yang tersesat. Tapi akibat dari perbuatannya itu, penduduk yang menumpanginya itu ingin dibuang dari Negri Aurora, karena dituduh sudah menyembunyikan Putri Kerajaan. Dengan segala permohonan dan gelak tangis didepan Ayahnya dan juga sebuah janji yang dibuatnya didepan Ayahnya agar takkan kabur lagi dari Kerajaan, membuat penduduk itu akhirnya terselamatkan. Walaupun rumahnya masih akan berantakkan karna ulah para militer yang kejam dengan mengobrak – abrik perabotan sederhana yang berada dirumah penduduk itu. Dan sejak kejadian itu, ia mulai membiasakan diri terhadap sikap Ayahnya yang dingin. Walaupun itu terasa sulit, ia harus terus mencoba menjadi Putri yang baik untuk Raja, bukan?
Namun, bukan untuk Ayahnya.
Tes..
Lavena terkesiap. Buru – buru ia hapus air matanya. Jangan sampai ada yang melihatnya. Ia tidak boleh terlihat lemah didepan orang lain. Dia harus kuat, karena ia lah kandidat utama kerajaan, bukan?
Suara jeritan kecil para wanita di pesta itu menggema keseluruh ruangan. Mereka terkesiap oleh ketampan yang terukir jelas disetiap goresan wajah laki – laki itu. Tubuhnya yang tegap, langkahnya yang gagah di atas karpet merah menambah nilai plus laki – laki itu di depan para wanita. Tatapannya yang teduh, dengan senyumannya yang memikat dan ditambah dengan lesung pipi disisi kiri pipinya, menjadi nilai tambah pada ketampanannya yang rupawan. Bahkan seluruh tamu yang berada dipesta itu hanya terpaku menatapnya. Tak ada yang berani berkedip, karena tak ada yang ingin menyia – nyiakan keindahan keagungan Tuhan yang terpampang didepan mereka.
Laki – laki itu berhenti didepan singgasana sang Raja dan Putri-nya— Lavena. “Your Highness” Dia membungkuk dengan sikap hormat untuk sang Raja. Dan setelah itu dengan gagahnya seorang ksatria, ia belutut didepan Lavena. “My Lady” ucap lembut. Suaranya yang terdengar mendamaikan ditelinga Lavena, membuatnya merasakan gelenyar aneh yang merambat di sekujur tubuhnya.
Lavena mengerjapkan matanya bingung. Ia merasa seperti sedang dilamar oleh seorang Ksatria. ‘Oh Tuhan, apa yang ia pikirkan?,’ pikirnya malu.
Tahu melihat Putrinya dan para tamu kebingungan dengan kejadian tadi, Damian berdeham terlebih dahulu untuk membuat semua perhatian tertuju padanya.
“Princess Fleu Lavena De La Vendeur, sesuai tradisi yang tercatat semenjak zaman nenek moyang kita. Diumur mu yang ke 18 tahun ini, kau berhak mendapatkan seorang pelayan pribadi ”ucap Damian dengan senyum wibawa seorang Raja. Dibalik senyuman Ayahnya itu, ada tujuan yang terselubung. Lavena tahu itu, ia mengenal tabiat Ayahnya dengan sangat baik.
“Perkenalkan dirimu anak muda,”Setelah medengar titah Rajanya itu, laki – laki itu langsung berdiri dari sikap berlututnya, digantikan dengan sikapnya yang menunduk hormat ditambah dengan tangan kanan yang ia tekukkan didepan dadanya.
“Dengan penuh hormat ku padamu, Princess Fleu Lavena De La Vendeur. Aku Devon Eagle, yang dipercaya oleh Raja Damian Michaelis De La Vendeur untuk melayanimu dengan hidup dan nyawaku, My Lady” ucapnya yang diakhiri dengan senyum lembutnya yang membuat lesung pipit kirinya menjadi terbentuk kedalam dengan sangat manis.
Deg. Ada apa dengan kerja jantungku?
****************
“Apa maksud dari kejadian ini, Ayah? Kenapa kau tiba – tiba memberiku seorang Butler? Pelayan ku, Mary Jane, sebagai pelayan pribadiku sudahlah cukup.” ucap Lavena kepada Ayahnya. Pestanya sudah selesai beberapa menit lalu. Kini ia sedang berada di ruang baca pribadi Ayahnya.
“Ini sudah tradisi. Tak usah membantah. Kembalilah ke kamar mu. Jangan menggangguku dengan ocehan tidak pentingmu itu.” Ucap Ayahnya sadis. Tidak perduli bahwa kata – kata yang ia lontarkan tadi menyakiti hati Putrinya, buah hatinya.
‘Hahaha, Tidak penting yah. Jadi selama ini, kau menganggapku apa, Ayah?’ batinnya pilu.
Dengan sekuat tenaga Lavena menahan isakkan yang ingin meledak keluar, tidak ada yang boleh melihatnya menangis, termasuk Ayahnya. Ia tak mau, jika Ayahnya melihatnya menangis, Ayahnya pasti akan berkata yang lebih menyakiti hatinya. Ia tak mau itu terjadi. Ia pun keluar dari ruangan itu dengan tergesa, tak memperdulikan pelayan pribadi ayahnya― Betty, dengan umurnya yang sudah menginjak umur 50-an, ia masih saja setia bekerja pada Keluarga Kerajaan. Dan Betty jugalah yang mengurus Lavena sedari kecil— yang menatapnya prihatin. Ia tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka sebelum ia memutuskan untuk mundur diri, agar membuat sedikit privasi untuk kedua orang itu, agar ikatan mereka sebagai Ayah dan Anak berangsur membaik. Tapi perkiraannya salah, perkataan sadis majikannya itu, malah membuat hubungan mereka kian menjauh. Betty tahu, dua – duanya sama – sama tersakiti. Lavena yang selalu diberikan sikap dingin oleh Ayahnya. Dan Damian bersikap begitu, karena ia tidak bisa melepaskan masa lalunya dan ia menanam dendam dengan orang yang salah.
“Rasa dendam yang kau tanam dihatimu, akan terus merambat menggelapkan hati secara menyeluruh, menyisahkan rasa benci dan amarah yang takkan berhenti berkobar seperti api neraka. Kau akan hancur secara perlahan, karena api itu akan mengerogoti hati dan jiwamu.”