-->

Rabu, 16 Juli 2014

Memory Story (Selingkuh) Part 2


Damian mengernyit. Lalu menatap ku bimbang. 

"Apa?" tanyaku tenang sambil menatap mata hazelnya yang terlihat gelisah.

"Hmm.. kau melihat.." ucapnya menggantung sambil menggosok tengkuknya kikuk.

Aku bangun dan duduk diatas kasur tanpa melepaskan pandangan mataku padanya.

"Ya" ucapku lirih. Pandangannya berubah tajam. Aku tahu pasti dia akan marah. Karna egonya terlalu tinggi untuk merasa bersalah. Dan aku mengerti itu.

"Kan sudah ku bilang. Jangan pernah--" 

Aku mengecup bibirnya lembut. Lalu tersenyum lemah kearahnya. "Maaf"

"Aku--"

"Sstt.. Maaf, jika aku membuatmu merasa bosan, dan melampiaskannya pada wanita lain. Tapi, aku mohon. Pikirkan anak -anak kita. Bagaimana perasaan mereka saat kau jarang dirumah dan selalu pulang malam. Jangan perdulikan aku. Pikirkan anak -anak, mereka membutuhkanmu sebagai seorang Ayah." ucap ku lembut. "Aku memang istri yang payah, " pertahananku runtuh. Air mataku jatuh dengan derasnya. 

Tanpa diduga Damian memelukku. "I'm sorry. I'm so sorry. Aku mohon.Jangan rendahkan dirimu seperti itu. Kau istri ku. Yuri Hudgen. Dan aku mencintaimu. Maafkan aku"

Aku tersenyum padanya setelah melepaskan pelukan darinya. Lalu aku menyentil dahinya keras.

"Hey. It's hurt" keluhnya sambil mengusap -usap dahinya.

"Siapa suruh kau nakal. Sekarang, kau jauhi wanita itu" ucapku berubah marah. 

"Baiklah, My Lady" 

Lalu tanpa aku duga, ia sudah menciumku dengan panas.

Kurasa malam -malam ku takkan sepi lagi ^^


**************

Inspirated by: Melina ^^








                                

Memory Story (Selingkuh) Part 1

Aku tidak tau, ini hanya perasaanku saja atau bukan.Tapi akhir – akhir ini, suamiku mulai menjaga jarak. Dimulai dari smartphone barunya yang diberi password. Aku tidak diberi tahu passwordnya dan aku juga dilarang untuk memegangnya, bahkan untuk menyentuhnya saja aku dilarangnya. Dia juga mulai sering pulang larut, banyak alasan yang dia berikan saatku tanya sebab dia pulang larut. Mulai dari meeting dengan client, kecebak macet, bermain futsal bersama rekan – rekan kantor, dan banyak lagi alasannya lagi yang cenderung malah membuatku bertambah curiga. Dan kecurigaanku ditambah dengan sikap suamiku yang menjadi penyebabku bersikap curiga padanya, membuat hubungan ku dengan suami menjadi sedikit menjauh. Mungkin menjauh dalam arti kedekatan kami satu sama lain. Tidak ada lagi kata – kata cinta yang membuat pipi ku merona. Tidak ada lagi pelukan hangatnya yang membuatku nyaman.

Tes..

 Buru – buru ku hapus air mataku. Aku tak ingin anak – anakku melihatnya. Tak ingin mereka menjadi tak nyaman karna ketahuan mereka tentang hubungan bundanya yang kian merenggang bersama ayahnya. Kutengok buah hati ku dan Damian – suamiku, betapa polosnya ekspresi mereka saat terlelap.
Kukecup dahi mereka satu – persatu. “ Good Night, kiddo,” ucapku sebelum mematikan lampu kamar mereka, dan menutup pintu.


Kulihat lampu kamarku menyala padahal sebelumnya sempat ku matikan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk kekamar buah hatiku.

Kulangkahkan kaki ku memasuki kamar, terdengar suara gemercik air dari shower di kamar mandi.

'Ah, Damian sudah pulang' batin ku sendu. Biasanya Damian selalu mengucapkan salam lalu mengecup dahiku lembut. Tapi baru -baru ini, ia menghilangkan kebiasaan itu. Ia pasti akan langsung tidur atau mandi seperti sekarang. Suamiku berubah..

Aku melihat secercah cahaya dibalik bantal. Aku mendekat. Lalu menyingkirkan bantal yang hampir menutupi seluruh bagian benda persegi yang bernama smartphone.

"Sepertinya ini punya Damian," kataku sambil menatap layar smartphone tersebut. Tiba -tiba sebuah notification menampilkan pesan yang membuatku merinding.

Siska : Hon, makasih yah buat makan malam tadi :)

Aku terkesiap. Hon? Honey? Dan lalu, Makan malam? Barusan? Oh Tuhan...

Rasa cemburu mulai menggelayuti hati dan pikiran ku. 

Apakah selama ini mereka juga sering menghabiskan malam bersama? Ya Tuhan..

Dengan rasa penasaran aku melihat pesan -pesan mereka, yang malah membuat ku ingin membanting benda yang ku genggam ini. 

'Kau harus kuat, Yuri!' batinku mencoba menguatkan diri.

Dengan perlahan aku menaruh smartphone tersebut ditempat semula, lalu merebahkan diri dikasur. Mencoba menenangkan diri agar air mata ini tak urung jatuh.

Bunyi pintu kamar mandi yang terbuka, mengintrupsinya agar berekspresi biasa. Tapi tetap saja detak jantungnya berdegup nyeri.

Tenang Yuri. Tenang. Aku hembuskan nafas ku, mencoba untuk tenang. 

"Kau kenapa?," suara maskulinnya mengalun merdu ditelinga ku. Suara yang kurindukan.

"I'm fine" ujarku datar tanpa membalikkan tubuh. Karna aku tahu, saat aku membalikkan tubuh dan melihat mata hazelnya yang lembut, pertahanan ku yang sedari tadi ku bangun pasti akan runtuh.

Kasur yang ku tiduri sedikit bergoyang bertanda Damian sedang menaikinya. Tapi aku tetap bergeming, seolah -olah aku sudah tertidur.

"Hey, Seriously. Are you okay?" tanyanya lagi sambil menyentuh bahuku untuk membalikku agar menghadapnya. Dan, tanpa perlawanan aku menurutinya.

Pemandangan didepanku, membuatku tak bisa berkedip. Rambutnya yang masih basah, dan rintik -rintik air yang menuruni dada bidangnya yang tak tertutup kain. 

Apakah suami ku seseksi ini? Oh Tuhan, apakah 'wanita itu' juga pernah melihat pemandangan yang kulihat sekarang, atau lebih dari ini?

Jalan pikiran ku, secara tak sadar membuat raut wajahku menjadi sendu.

"Kamu kenapa sih?" tanya Damian untuk ketiga kalinya. 

"I'm fine"

Kudengar dia menghela nafas berat tanda menyerah. Lalu mengambil smartphone yang tadi sudah kuselipkan kembali dibalik bantal seperti semula. 

Damian mengernyit. Lalu menatap ku bimbang. 

"Apa?" tanyaku tenang sambil menatap mata hazelnya yang terlihat gelisah.

"Hmm.. kau melihat.." ucapnya menggantung sambil menggosok tengkuknya kikuk.

Aku bangun dan duduk diatas kasur tanpa melepaskan pandangan mataku padanya.









                                

Memory Story (Sinopsis)

Memory adalah sebuah rangkaian ingatan dari kejadian -kejadian dikehidupan. Tanpa memory kau takkan bisa belajar apa itu hidup, karena dengan memory kau bisa mengingat hal -hal beragam dikehidupan yang kalian jalani.

**********
Enjoy it! ^^

Lavena (Satu)

Udara malam yang dingin menusuknya sampai ke tulang. Mantel tidur yang ia pakai tak bisa menutupi hawa dingin dari tubuhnya yang hampir membuatnya mengigil kedinginan. Tapi ia tidak mau untuk beranjak. Ia butuh suasana yang tenang seperti ini. Kegelisahannya sepanjang hari hampir membuatnya gila. Dan ia tidak tahu hal apa yang membuatnya gelisah.
Ia gelengkan kepalanya frustasi. Mencoba menghilangkan kemungkinan buruk yang akan terjadi besok. Seharusnya ia beristirahat sekarang, karena besok termasuk hari yang cukup penting untuknya. Besok adalah hari ulang tahunnya yang ke-18 tahun. ― Bagi Kerajaan Aurora diumur ke-18 tahun lah, seorang gadis menjadi ‘wanita-sutuhnya’, dan juga pemberkatannya sebagai seorang Putri dari Kerajaan Aurora. Dan ia tidak mau diacara spesial itu, kantung matanya menghitam karena kekurang tidur. Membuat penampilannya menjadi kacau sebagai putri tunggal kerajaan Aurora didepan para tamu kerajaan.
Haahh..
Ia hembuskan nafasnya perlahan, mencoba menenangkan diri. Sepertinya waktu untuk kesendiriannya ini harus segera diakhiri, hawa malam yang semakin dingin membuat kulit jari tangannya berkerut-kerut dan sedikit pucat. Mungkin jika tidak buru-buru masuk kedalam ia bisa kena penyakit Hyphotermia. Dan ia tak mau hal itu sampai terjadi.


 *******
Lavena melihat pantulan dirinya didepan cermin. Gaun korset dari designer terkenal di Kerajaan Aurora. Gaunnya menggunakan aksen tumpuk dari bahan taffeta dan lace yang dihiasi manik-manik. Designernya  mendesign ballgown ini secara khusus untuk ulang tahunnya yang ke-18.  Ia mengombinasikan gaunnya dengan kalung berlian yang berhias batu Amethyst dengan aksen bunga Lavender dikedua sisinya sebagai pencakar, dan cincin yang berhiaskan batu Emerald yang hampir sewarna dengan kedua bola matanya yang berwarna hijau. Rambutnya ditata sedemikian rupa, rambutnya yang panjang menjuntai sampai kepinggang kini digulung rumit nan indah, yang hanya menyisakkan anak rambut pada kedua sisi kepala. Hiasan wajahnya terlihat natural, karena ia tidak suka make-up yang terlalu berlebihan, tapi tetap saja hiasan yang dibumbuhkan pada wajahnya menambah keelokan pada dirinya.

Setelah lama berkutat didepan cermin, Maidnya ― Mery Jane, seorang mantan budak hasil rampasan perang dari peperangan  melawan Kerajaan Shielma, yang dimenangkan oleh Kerajaan Aurora ― itu menyuruhnya bersiap untuk turun ke pesta. Ia pun beranjak dari posisinya berdiri dan melenggang kakinya menuju ballroom dimana pesta ulang tahunnya diadakan
**************
“Princess Fleu Lavena De La Vendeur” teriak seorang pelayan pria melantangkan nama kebangsawanannya, dengan benda yang menurutnya sedikit aneh, untuk mengumumkan kedatangannya.

Ia menuruni tangga dengan keanggunan seorang bangsawan Kerajaan yang sudah terlatih sedari kecil. Senyum hangatnya tak pernah lepas dari bibir mungilnya. Ia menatap para tamu sekaligus rakyat – rakyatnya dengan tatapan penuh hangat. Keanggunannya yang memukau ditambah paras cantik yang diwarisan dari almarhum ibunya, membuatnya menjadi pemandangan indah yang tidak boleh dilewati sedikit pun. Gaunnya yang menyentuh lantai diangkat sedikit dengan anggun olehnya saat kakinya ingin menginjakkan kakinya yang jenjang dibagian bawah lantai tangga.

Ia langkahkan kakinya dengan percaya diri diatas karpet merah yang terlihat sangat kontras dengan warna gaunnya, menuju sesepuh Kerajaan Aurora yang akan memberkatinya nanti. Sebenarnya, perasaanya kini cukup tegang dan gugup, ia takut terjadi kesalahan saat pemberkatan. Namun, dengan kelihaian memanipulasi keadaan yang sering membuatnya bangga, ia mampu menutupi ekspresi gugupnya dengan senyum cerahnya yang memukau.

Pemberkatan dan penyerahan mahkota berjalan dengan khidmat. Dan diakhiri dengan lagu Kebangsaan Kerajaan Aurora. Semuanya ikut bernyanyi. Tak terkecuali Lavena. Suaranya yang merdu membuat hati siapapun yang mendengarnya menjadi tenang dan damai.

Setelah acara pemberkatan dan penyerahan selesai, ia duduk di singgasananya yang berdampingan dengan singgasana Ayahnya. Ia duduk dengan tegap, kakinya ia silangkan dengan anggun, kedua tangannya yang ia kaitkan ia tumpu dipahanya, memberi kesan kewibawaan salah satu penerus Raja. Ayahnya sekaligus Raja Kerajaan ini, memberikan sedikit pidato didepan para rakyat dan tamu Kerajaan. Dan diakhiri dengan tepuk tangan yang meriah.

Setelah itu, Ayahnya tak berkata apa – apa. Wajahnya yang berwibawa didepan rakyat dan para tamu undangan Kerajaan, akan tergantikan dengan wajah datar tanpa ekspresi saat Ayahnya menatap dirinya. Ia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya, tapi dia masih tetap tersenyum hangat dikala Ayahnya hanya mampu membalasnya dengan senyum datar yang sedikit mencemooh. Tapi tetap saja ada perasaan yang mengganjal disaat Ayahnya datar seperti itu. Dulu, ia pernah tak tahan dengan prilaku Ayahnya yang dingin. Lalu, ia pun kabur dari Istana. Dan tinggal pada salah satu rumah penduduk yang merasa kasihan kepadanya karna saat itu Lavena seperti anak kecil yang tersesat. Tapi akibat dari perbuatannya itu, penduduk yang menumpanginya itu ingin dibuang dari Negri Aurora, karena dituduh sudah menyembunyikan Putri Kerajaan. Dengan segala permohonan dan gelak tangis didepan Ayahnya dan juga sebuah janji yang dibuatnya didepan Ayahnya agar takkan kabur lagi dari Kerajaan, membuat penduduk itu akhirnya terselamatkan. Walaupun rumahnya masih akan berantakkan karna ulah para militer yang kejam dengan mengobrak – abrik perabotan sederhana yang berada dirumah penduduk itu. Dan sejak kejadian itu, ia mulai membiasakan diri terhadap sikap Ayahnya yang dingin. Walaupun itu terasa sulit, ia harus terus mencoba menjadi Putri yang baik untuk Raja, bukan?
Namun, bukan untuk Ayahnya.

Tes..

Lavena terkesiap.  Buru – buru ia hapus air matanya. Jangan sampai ada yang melihatnya. Ia tidak boleh terlihat lemah didepan orang lain. Dia harus kuat, karena ia lah kandidat utama kerajaan, bukan?

Suara jeritan kecil para wanita di pesta itu menggema keseluruh ruangan. Mereka terkesiap oleh ketampan yang terukir jelas disetiap goresan wajah laki – laki itu. Tubuhnya yang tegap, langkahnya yang gagah di atas karpet merah menambah nilai plus laki – laki itu di depan para wanita. Tatapannya yang teduh, dengan senyumannya yang memikat dan ditambah dengan lesung pipi disisi kiri pipinya, menjadi nilai tambah pada ketampanannya yang rupawan. Bahkan seluruh tamu yang berada dipesta itu hanya terpaku menatapnya. Tak ada yang berani berkedip, karena tak ada yang ingin menyia – nyiakan keindahan keagungan Tuhan yang terpampang didepan mereka.

            Laki – laki itu berhenti didepan singgasana sang Raja dan Putri-nya— Lavena. “Your Highness” Dia membungkuk dengan sikap hormat untuk sang Raja. Dan setelah itu dengan gagahnya seorang ksatria, ia belutut didepan Lavena. “My Lady” ucap lembut. Suaranya yang terdengar mendamaikan ditelinga Lavena, membuatnya merasakan gelenyar aneh yang merambat di sekujur tubuhnya.

            Lavena mengerjapkan matanya bingung. Ia merasa seperti sedang dilamar oleh seorang Ksatria. ‘Oh Tuhan, apa yang ia pikirkan?,’ pikirnya malu.

Tahu melihat Putrinya dan para tamu kebingungan dengan kejadian tadi, Damian berdeham terlebih dahulu untuk membuat semua perhatian tertuju padanya.

            “Princess Fleu Lavena De La Vendeur, sesuai tradisi yang tercatat semenjak zaman nenek moyang kita. Diumur mu yang ke 18 tahun ini, kau berhak mendapatkan seorang pelayan pribadi ”ucap Damian dengan senyum wibawa seorang Raja. Dibalik senyuman Ayahnya itu, ada tujuan yang terselubung. Lavena tahu itu, ia mengenal tabiat Ayahnya dengan sangat baik.

            “Perkenalkan dirimu anak muda,”Setelah medengar titah Rajanya itu, laki – laki itu langsung berdiri dari sikap berlututnya, digantikan dengan sikapnya yang menunduk hormat ditambah dengan tangan kanan yang ia tekukkan didepan dadanya.

            “Dengan penuh hormat ku padamu, Princess Fleu Lavena De La Vendeur. Aku Devon Eagle, yang dipercaya oleh Raja Damian Michaelis De La Vendeur untuk melayanimu dengan hidup dan nyawaku, My Lady” ucapnya yang diakhiri dengan senyum lembutnya yang membuat lesung pipit kirinya menjadi terbentuk kedalam dengan sangat manis.

            Deg. Ada apa dengan kerja jantungku?

 ****************
            “Apa maksud dari kejadian  ini, Ayah? Kenapa kau tiba – tiba memberiku seorang Butler? Pelayan ku, Mary Jane, sebagai pelayan pribadiku sudahlah cukup.” ucap Lavena kepada Ayahnya. Pestanya sudah selesai beberapa menit lalu. Kini ia sedang berada di ruang baca pribadi Ayahnya.

            “Ini sudah tradisi. Tak usah membantah. Kembalilah ke kamar mu. Jangan menggangguku dengan ocehan tidak pentingmu itu.” Ucap Ayahnya sadis. Tidak perduli bahwa kata – kata yang ia lontarkan tadi menyakiti hati Putrinya, buah hatinya.

            ‘Hahaha, Tidak penting yah. Jadi selama ini, kau menganggapku apa, Ayah?’ batinnya pilu.

            Dengan sekuat tenaga Lavena menahan isakkan yang ingin meledak keluar, tidak ada yang boleh melihatnya menangis, termasuk Ayahnya. Ia tak mau, jika Ayahnya melihatnya menangis, Ayahnya pasti akan berkata yang lebih menyakiti hatinya. Ia tak mau itu terjadi. Ia pun keluar dari ruangan itu dengan tergesa, tak memperdulikan pelayan pribadi ayahnya― Betty, dengan umurnya yang sudah menginjak umur 50-an, ia masih saja setia bekerja pada Keluarga Kerajaan. Dan Betty jugalah yang mengurus Lavena sedari kecil— yang menatapnya prihatin. Ia tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka sebelum ia memutuskan untuk mundur diri, agar membuat sedikit privasi untuk kedua orang itu, agar ikatan mereka sebagai Ayah dan Anak berangsur membaik. Tapi perkiraannya salah, perkataan sadis majikannya itu, malah membuat hubungan mereka kian menjauh. Betty tahu, dua – duanya sama – sama tersakiti. Lavena yang selalu diberikan sikap dingin oleh Ayahnya. Dan Damian bersikap begitu, karena ia tidak bisa melepaskan masa lalunya dan ia menanam dendam dengan orang yang salah.


“Rasa dendam yang kau tanam dihatimu, akan terus merambat menggelapkan hati secara menyeluruh, menyisahkan rasa benci dan amarah yang takkan berhenti berkobar seperti api neraka. Kau akan hancur secara perlahan, karena api itu akan mengerogoti hati dan jiwamu.”













Lavena (Prolog)

“Itu apa?” tanya seorang anak laki-laki pada gadis kecil ―yang membawa sebuah nampan saji dikedua tangannya― sambil menunjuk bawaan gadis tersebut.
“Kue,” jawab gadis kecil itu singkat. Berusaha agar anak laki-laki itu tidak bertindak jauh dengan mengambil nampan saji yang dibawanya. 
“Kue?!” Mata anak laki-laki itu terlihat antusias saat mendengar makanan kesukaannya disebut gadis itu. “Mau” Anak laki-laki itu menghampiri gadis kecil yang berusaha mengamankan nampan saji dari anak laki-laki yang terlihat kelaparan melihat bawaannya.
 “Tidak. Ini untuk Dad,” ucap gadis itu tegas. Berusaha menghentikan tangan anak laki-laki itu ― yang ingin menggapai nampan sajinya― dengan kata-katanya. Dan ajaibnya. Kata-kata itu benar-benar membuat anak laki-laki itu terdiam, walaupun bibirnya mengerucut kesal.
 “Kau bisa mendapatkan ini di bibi Teresa. Bibi membuat banyak.” Gadis kecil itu berusaha memberikan solusi agar teman kecilnya ini tidak kesal karna permintaannya tidak dituruti olehnya.
 “Tidak usah. “ Anak laki-laki itu tersenyum lebar memperlihatkan gigi susunya yang belum lengkap. “Tommy tidak lapar. Tommy hanya berusaha menggodamu,” kata anak laki-laki bernama Tommy itu ― masih dengan senyum lebarnya.
 Gadis kecil itu mendengus, tapi tak urung dia tertawa kecil.“Sudahlah. Aku ingin kekamar Dad. Mau ngasih kuenya,” Gadis kecil itu melanjutkan langkahnya karna tadi sempat dihalangi oleh Tommy ― sepupunya sekaligus temannya.
 “Memang untuk apa kamu ngasih kue ke paman?”
Mendengar pertanyaan Tommy. Gadis kecil iu menghentikan langkahnya. Membelokkan tubuhnya menghadap Tommy yang masih berdiri ditempatnya tadi. “Hari ini ulang tahun Dad,” ucap gadis kecil itu sambil tersenyum cerah, lalu berbalik pergi. Meninggalkan Tommy kecil yang memaku melihat senyum gadis kecil-nya.
***********
“Jack!” Suara laki-laki berusia 30-an itu terdengar murka. Wajahnya memerah menahan marah. Urat-urat disekitar pelipis terlihat berdenyut-denyut. Giginya bergemeletuk, mencoba menahan emosinya. Aura mengerikan terpancar jelas didalam dirinya.
“Ada apa Tuan Lucas?” ucap laki-laki paruh baya ― yang masih terlihat cukup bugar diusianya― itu tenang berdiri dihadapan Tuan-nya. Merasa tak gentar melihat Tuan-nya yang melihatnya penuh dengan emosi.
“Sudah kuperintahkan, kau. Agar tidak ada siapapun yang masuk keruang kerja ku.” Suara laki-laki yang benama Lucas itu terdengar sedikit bergemuruh. Mencoba menahan untuk tidak mengeluarkan sumpah serapah dihadapan bawahannya itu. “Dan kau melanggarnya, Jack.” Lucas mendelik kearah gadis kecil yang berdiri ketakutan.
“Dia putrimu, Tuan. Dan dia juga ingin member-“ ucapannya terpotong, digantikan oleh suara Lucas yang terdengar dingin. “Aku tidak butuh alasan, Jack. Dan, Ya. Fakta sialan bahwa dia adalah putri-ku, memang benar. Putri pemabawa sial.” Lucas tidak perduli ucapannya barusan menyakiti hati kecil putri-nya atau tidak. Tidak perduli. Dan takkan pernah mau perduli.

          "Tak taukah. Bahwa secuil perhatianmu akan sangat berarti bagi seseorang yang pernah kau abaikan"

Lavena (Sinopsis)

Kerajaan Aurora yang makmur, dengan Damian De La Vendeur sebagai Raja, sekaligus Ayah dari Princess Fleu Lavena.
Damian adalah seorang Raja yang bijak dan berwibawa, tapi itu hanya didepan para rakyat dan petingginya. Tidak didepan sang Putri. Didepan sang putri sikapnya akan dingin, sedingin es dipuncak gunung Everest yang takkan mencair sepanjang jaman.

Tapi muncullah sang Butler, Devon. Dengan sikap lembutnya, ia dapat melelehkan hati sang putri dan mulai lah percikan -percikap api asmara diantara mereka.
Tapi taukah mereka, diantara hubungan asmara mereka, ada hukum yang bertentangan akan hal itu?

******

Dilarang menjiplak atau mengcopy cerita ini. Walaupun cerita saya gak jelas atau absurd banget. TApi tetap saja ini hasil otak saya sendiri. Jadi tolong hargai kisah ini :')